MEDAN - Sumut24Jam. Com
Persoalan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang tak dicairkan DPRD Labura memasuki babak baru. Munculnya permasalahan ini tidak lepas dari andil Bupati Labura, Dr. Hendriyanto Sitorus, SE, MM. Hal ini terungkap saat Rapat Badan Musyawarah (Banmus) anggota DPRD Labura
Kepada wartawan, Jumat(21/2) sejumlah anggota DPRD menjelaskan jika malam itu, setelah pengesahan R APBD 2025 sekitar jam 23. 30 WIB, ketua DPRD Labura periode 2024, ISS membuka rapat terkait polemik pemotongan 20 juta tersebut
Dari hasil rapat tersebut ada beberapa fraksi keberatan atas pemotongan dana tersebut diantaranya fraksi PDIP, Nasdem, Gerindra
Dari beberapa anggota dewan tersebut, ada 5 orang anggota Dewan DPRD Labura periode 2019-2024 dari Fraksi Partai Golkar yang tak setuju termasuk Ketua DPRD Labura Periode 2019-2024 yang tak setuju dengan pemotangan tersebut.
Atas usulan beberapa anggota dewan, Ketua DPRD Labura kemudian memerintahkan agar mengambil keputsan dengan jalur voting. Dari hasil voting, mayoritas anggota dewan tidak setuju dengan pemotongan tersebut dan satu orang abstain
“Di Banmus, Sekertaris Dewan (Sekwan) mengatakan adanya bisikan dair Bupati.
Permintaan Bupati jika perjalanan dinas RP. 20 Juta itu diberikan kepada anggota Dewan yang baru” ujar narasumber
Beberapa mantan anggota dewan menyayangkan sikap Sekwan DPRD Labura dan berharap Sekwan bekerja sesuai dengan tupoksinya dan berharap Sekwan jangan menyalahgunakan kewenanganya.
Tak hanya itu, adanya campur tangan Bupati Labura didapur DPRD Labura dinilai sudah melewati batas. Dan sudah di luar kewenangannya Bupati Labura
Hal itu yang membuat sejumlah anggota DPRD Labura periode 2019-2024 melayangkan gugatan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara perihal SPPD mereka yang tak kunjung diselesaikan
“Harapan kami tentu Kejatisu harus mengusut tuntas persoalan ini. Kami meminta Sekwan dipanggil dan diperiksa berserta pihak-pihak terkait termasuk Bupati Labura Dr. Hendriyanto Sitorus, SE. MM dan Pimpinan DPRD Labura periode 2024-2029. Jika persoalan ini tidak tuntas, kami akan membawanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi seetelah LKPJ Bupati dibulan Agustus, “ ujarnya.
“Sesuai TAP MPR Nomor 11 Tahun 1999 menjadi landasan hukum pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sehingga persoalan ini sudah layak dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tutup narasamuber kepada wartawan. (*)